Melestarikan Adat Budaya Aceh dengan Keunduri Blang

"Matee Aneuk Meupat Jeurat, Matee Adat Pat Tamita"

(Mati Anak Mengetahui Kuburnya, Hilang Adat dimana Kita Mencarinya)

[Foto:Google.com] Suasana makan bersama keunduri blang area sawah
Aceh merupakan salah satu provinsi yang terletak di kawasan bagian barat wilayah Republik Indonesia, Aceh dikenal juga sebagai provinsi yang diberi keistimewaan dalam bidang agama, pendidikan dan adat istiadat. Adat istiadat adalah segala aturan, ketentuan, tindakan yang menjadi kebiasaan secara turun temurun.

Masyarakat Aceh yang majemuk dalam berbagai multi dimensi yang kaya akan Adat dan Budaya serta kearifan lokal lainnya. Keanekaragaman budaya dan kebiasaan tersebut masih dilakukan turun temurun sampai sekarang. Bahkan Generasi  Milenial sekarang tidak mengetahui sejak kapan kebiasaan itu dimulai.

Salah satu kearifan lokal Aceh yang masih eksis dalam masyarakat Aceh hingga sekarang adalah pelaksanaan Keunduri Blang (kenduri sawah). Acara keunduri blang biasanya dilakukan menjelang turun ke sawah, dan pada waktu padi sedang dara (Pade ka dara) dan pada saat waktu panen. Pelaksanaan Keunduri Blang dilakukan secara bersamaan dengan para petani yang ada dikawasan sawah tersebut.

[Foto:Google.com] Masyarakat sedang nanam padi di persawahan
Blang atau dalam bahasa Indonesia disebut “sawah” yaitu sebuah hamparan yang ditumbuhi rumput atau padi. Umumnya, sawah digunakan untuk melakukan kegiatan bercocok tanam. Bagi masyarakat Aceh sendiri, sawah sumber utama perokonomian, di samping sumber penghasil pangan atau makanan pokok. Blang dalam bahasa Aceh sering juga disebut paya, merupakan tempat bercocok tanam khususnya padi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia sawah diartikan sebagai tanah yang digarap dan diairi untuk tempat menanam padi. Pengelolaan blang dipimpin oleh seorang yang disebut keujruen blang. Ia memiliki beberapa perangkat, termasuk kelompok-kelompok tani.

Tujuan utama dari kearifan lokal Keunduri Blang ini merupakan untuk melestarikan dan memperkenalkan kepada generasi selanjutnya, bagaimana cara melakukan sesuatu Adat yang dulunya dilakukan oleh nenek moyang kita. Akan tetapi masih banyak tujuan lain dari Keunduri Blang ini diantaranya salah satu ucapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat sehingga masyarakat bisa menikmati hasil panen yang baik nantinya. Ketersediaan air di sawah merupakan keperluan utama dalam mejalankan cocok tanam di sawah.

[Foto:Pribadi] Bersama warga di persawahaan kecamatan Keumala Pide
Kegiatan utama yang dilakukan dalam Keunduri Blang yaitu Samadiah yang diikuti langsung oleh para petani daerah keberadaan sawah tersebut. Juga dalam Keunduri Blang diadakan makan bersama yang dimasak langsung kawasan persawahaan tersebut. Keunduri Blang juga hadir beberapa tokoh daerah seperti  Bupati, Camat, Koramil, Keuchik, Perangkat Desa Tuha Peut, Tuha Lapat, hingga anak-anak ikut juga.


Budaya Aceh yang lengkap dengan lembaga dan tata cara dalam Adat Istiadat dari berbagai kearifan lokal, seperti pada masalah persawahaan keberadaan Keujreun Blang (Pimpinan kelompok tani) tombak utama dalam menjalan kan persawahan para petani Aceh. Peran utama Keujruen Blang mengatur pembagian air kepada petani, menegakkan persetujuan gotong royong, memastikan terlaksananya berbagai kesepakatan adat, dan melibatkan langsung dalam penyelesaian sengketa, untuk mendorong ketahanan kebutuhan pangan lokal.

Melestarikan Adat Budaya Aceh bukanlah hal yang mudah kita lakukan, apalagi di era zaman melenial ini yang perkembangan teknologi sangat kuat, sehingga mendorong dalam berbagai hal terselesaikan begitu saja. Contoh utama dalam persawahaan sekarang keberadaan mesin potong padi, sehingga masyarakat menegah kebawah tidak mendapatkan jatah lagi untuk kebutuhan ekonominya. Zaman dulu kebersamaan  saling membantu dalam bercocok tanam di persawahaan sangatlah kuat.

Meu Blang (Bersawah) dulunya merupakan pekerjaan sangat dicintai oleh nenek moyong kita. Bahkan hampir tidak ada masyarakat yang tidak memiliki sawah diwaktu dulu. Jak U blang (Turun kesawah) juga budaya silaturrahmi yang kuat dalam masyarakat. Buktinya dalam bersawah ada namanya Jak meu upah (Saling berbayar) artinya seorang pemilik sawah satu dengan yang lain saling tukar menukar dalam menjalankan sawahnya. Terutama di waktu Pula pade (Tanaman padi), waktu Keu Meu Koh (Potong padi) hingga sampai waktu padi panen.

[Foto:Google.com] Mayarakat sedang memotong padi dan memanen secara tradisional

Penulis sendiri pernah mengikuti langsung acara Keunduri Blang yang diadakan di persawahaan Keumala Kabupaten Pidie. Penulis waktu itu sedang mengikuti KKN (Kuliah Kerja Nyata) Melalui Kampus Jantong Hate Rakyat Aceh (Unsyiah) yang termengah diserambi Atjeh ini. Waktu itu, saya dan kawan-kawan diajak langsung oleh Keuchik Gampong kami untuk membantu acara Keunduri Blang tersebut. Suasananya sangat baik masyarakat sangat antusias mengikutinya, apalagi waktu masak daging lembu disitu kebersamaan tercipta sangat keakraban antar petani satu sama lain.

Penulis sendiri sangat menyaran tradisi Keunduri Blang harus di sosialisi kembali kepada masyarakat melenial sekarang, yang terkadang malas mengikuti kegiatan-kegiatan ritual seperti ini. Penyebabnya masyarakat sekarang kurang mengikuti Keunduri Blang karena sedikitnya informasi atau pun sedikit sekali ajakan dari pihak terkait, misalnya seperti Keujreun Blang yang ada di daerah persawahaan tersebut. Mari kita semuanya membudayakan kembali pengwarisan leluhur kita, yang selama ini kita tinggalkan begitu saja.



Video Reporter Tentang Keunduri Blang


Penulisan kelengkapan referensi dikutib dari berbagai informasi, sebagian besar informasi ditulis berdasarkan informasi penulis di lapangan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama