Upacara Tradisional Adat Budaya Aceh yang tidak diketahui oleh Generasi Milenial saat ini

Adat merupakan suatu gagasan kebudayaan ataupun ritual upacara yang terdapat didalamnya nilai-nilai budaya, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah sejak dahulu kala. Budaya Aceh merupakan kumpulan budaya-budaya yang ada di berbagai suku di daerah Aceh yang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Aceh sendiri sekarang memiliki 11 suku yang masih sangat kental di setiap daerah.

Seperti Suku Aceh, Suku Tamiang, Suku Alas, Suku Haloban, Suku Singkil, Suku Aneuk Jamee, Suku Kluet, Suku Gayo, Suku Simeulue, Suku Devayan, Suku Sigulai, Masing-masing suku mempunyai budaya, bahasa dan pola pikir masing-masing. Penulis akan merangkum sedikit mengenai Adat Budaya yang berkembang bertolak belakang dengan generasi milenial sekarang ini.

Budaya adalah suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompok manusia, yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Makna lain dari budaya merupakan suatu kehidupan yang berlangsung dalam pola hidup yang tumbuh dan berkembang pada sekelompok manusia yang mengatur agar menjadi setiap individu mengerti apa yang harus dilakukan, dan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam berinteraksi antar manusia dengan lainnya.

Tradisional merupakan sikap dan cara pola berpikir yang bertindak serta selalu berpegang teguh dalam norma dan adat kebiasaan yang sudah ada secara turun-temurun hingga sekarang. Upacara merupakan aktivitas yang dilakukan di waktu-waktu tertentu atau pun pada kejadian sesuatu. Upacara dapat dilakukan untuk memperingati sebuah kejadian maupun penyambutan dalam setiap individu, suku, ataupun lembaga tertentu.

Generasi Milenial (Millennial Generation) merupakan generasi yang lahir diantara 1980 sampai 2000. Generasi Milenial ini umumnya dicendrungi oleh peningkatan menggunaan alat komunikasi, media sosial, dan teknologi digital, dalam kehidupan sehari-hari. Zaman milenial ini yang mempengaruhi bekerja secara instan, tanpa harus menunggu lama-lama, seperti pengunaan handphone sebagai alat komunasi jarak jauh.

Penulis kali ini akan mengupas dekit terkait tentang beberapa upacara Tradisional Adat Budaya Aceh di Era Milenial ini :

1. Kenduri Apam

Tentu kita semuanya tidak asing mendengarkan istilah Apam dalam masyarakat kita sehari-hari, tentunya itu sangat benar. Akan tetapi, bagaimana dengan Generasi milenial saat ini yang penuh kamajuan, tentunya sangat tidak mengatahui apa itu apam. Berdasarkan literatur dan wawancara dengan informan pelaksanaan kenduri apam dilaksanakan pada bulan Rajab terutama pada malam 27 Rajab yang diperingati sebagai perjalanan Israk Mikraj Nabi Muhammad SAW, pada malam hari masyarakat berkumpul di meunasah, mesjid, atau di rumah-rumah untuk mendengarkan riwayat Israk Mikraj yang disampaikan dalam bentuk syair prosa. Mengenai latar belakang pelaksanaan kenduri apam dikemukakan oleh seorang informan sebagai berikut : "Dasar dilaksanakan kenduri apam pada mulanya ditujukan kepada orang laki-laki yang tidak sembahyang Jumat ke Mesjid tiga kali berturut-turut, sebagai dendanya diperintahkan membuat kue apam sebanyak 100 buah untuk diantar ke Mesjid dan akan di kenduri (dimakan bersama) sebagai sedekah. Dengan seringnya orang membawa kue apam ke mesjid akan menimbulkan rasa malu karena diketahui oleh masyarakat bahwa orang bersangkutan sering meninggalkan kewajiban sembahyang Jumat"  Hurgronje (1985: 250)

Kue Apam

Zaman ini kenduri apam telah jarang dilakukan oleh masyarakat Aceh. Kalaupun dilakukan kenduri apam tidak besar-besaran hanya secara sederhana. Kecuali bila diadakan festival apam baru dilakukan secara ramai-ramai. Beberapa lama ini diadakan festifal apam seperti festival apam di Kabupaten Pidie atau diadakan oleh instansi terkait seperti Dinas Kebudayaan Aceh, gunanya untuk menjunjung tinggi nilai budaya Aceh dan memperkenal kegenerasi sekarang ini. Selain itu, alasan pelaksanaan kenduri apam jarang dilakukan didalam masyarakat, kurangnya potensi dalam membuat Kue Apam itu sendiri.

2. Kenduri Blang

Kenduri Blang merupakan salah satu upacara dari sejumlah upacara kenduri yang terdapat pada kalangan masyarakat Aceh, terutama  bagi  para  petani  di pedesaan. Upacara ini dilatar belakangi dari kesepakatan  para ulama yang membenarkan dapat melakukan kenduri dalam melaksanakan segala sesuatu  untuk  kebaikan  yang dapat memberikan manfaat. Dalam melaksanakan hal yang demikian itu yang terpenting adalah adanya niat yang tulus serta diiringi dengan kerja keras, doa,  dan sedikit pengorbanan harta benda berupa uang maupun beras.
Masyarakat antusias mempersiapkan makanan kenduri blang
Kenduri blang adalah sebuah upacara kenduri yang dilangsungkan di sawah  sebelum para petani memulai kegiatannya mengerjakan sawah. Lazim juga masyarakat menyebutnya dengan kenduri Troeun U Blang (turun ke sawah). Upacara kenduri  blang dilakukan dalam tiga tahapan, tetapi secara  umum  yang  dikenal hanya satu kali yaitu kenduri pada tahap pertama. Hal yang demikian disebabkan karena kenduri pada tahap pertama ini berlangsung secara massal. Kenduri-kenduri pada tahap berikutnya hanya dilakukan oleh pribadi petani yang bersangkutan masing-masing.

Zaman Modern ini Kenduri blang sangat sudah langka terdengar dikalangan masyarakat anak muda sekarang, bahkan bila kita lakukan wawancara di perkotaan sangat sedikit mengetahui apa itu Kenduri blang. Hal ini, yang membuat budaya Aceh kita sendiri bisa hilang begitu saja. Penyebabnya sedikit sekali dikalangan masyarakat kita sekarang membudayakan kembali Adat Kenduri blang ini. Mari kita semuanya ikut kembali membudayakan adat Kenduri blang  ini baik itu dari para petani sendiri maupun dari pihak-pihak terkait.

3. Kenduri Tulak Bala

Kenduri tulak bala (tolak bala), bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita sehingga manusia memiliki kemampuan untuk mengerjakan ataupun berbuat sesuatu untuk kebaikan dengan hasil yang sempurna. Dengan hasil tersebut manusia dapat hidup dalam kemakmuran, rukun dan damai di atas permukaan bumi ini, begitu pula harapannya di akhirat kelak, sepantasnyalah manusia itu bersyukur kepada Tuhannya.
Masyarakat sedang mengikuti pembacaan Doa kenduri tulak bala
Latar belakang lainnya dari upacara kenduri tulak bala tersebut merupakan suatu dianalogikan dari kisah terdamparnya kapal Nabi Nuh a.s. pada bukit Kaf. Sedangkan pada beberapa daerah lainnya dalam kabupaten Aceh Besar, upacara kenduri tulak bala ini dilatar belakangi oleh adanya keinginan yang kuat terhadap hasil usaha yang sedang mereka kerjakan.

4.  Kenduri Maulod

Kegiatan Adat  kanduri  Maulod   (kenduri  Maulid)  dalam masyarakat Aceh terikat erat dengan memperingati hari kelahirannya Pang Ulee (penghulu alam) Nabi besar Muhammad SAW, utusan Allah SWT yang terakhir pembawa risalah agama Islam. Masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam melaksanakan kenduri maulid setiap bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Kenduri maulid diadakan pada bulan Hijriah Rabiul Awal tanggal 12 hingga sampai Rabiul Akhir tergantung daerahnya kesepakatan masyarakat dengan tokoh-tokoh gampong.
Masyarakat sedang makan bersama nasi maulid dihalaman kantor desa
Pelaksanaan kenduri maulid berdasarkan tiga bulan di atas, mempunyai tujuan supaya warga masyarakat dapat melaksanakan kenduri secara keseluruhan dan merata. Kebanyakan masyarakat mengadakan kenduri maulid hanya waktu pelaksanaan yang berbeda-beda, tergantung pada kemampuan dari masyarakat sendiri.

Kenduri maulod dikalangan anak zaman now era melenial ini lumayan masih dikenal, karena sebagian besar masyarakat masih melakukan baik itu secara pribadi maupun secara bermasyarakat yang diadakan dimeunasah taupun oleh instansi-instansi terkait. Jadi pandangan kenduri maulod ini dimata generasi milenial ini sangat masih dimengerti bahkan mengetahui dengan jelas, kenapa diadakan kenduri maulod tersebut, baik dari sejarahnya maupun tata melakukan kenduri maulod.

5. Kenduri Israk Mikraj

Upacara ini untuk memperingati kenaikan Nabi Muhammad SAW yang diantar oleh Malaikat Jibril menghadap Allah SWT di langit ke tujuh. Seperti halnya, dengan upacara Maulid, Israk Mikraj juga diperingati oleh masyarakat Aceh, hanya saja kenduri yang dilaksanakan lebih sederhana. Upacara ini dilaksanakan pada malam hari di meunasah. Pada waktu upacara masyarakat gampong menghadirinya dengan membawa makanan ringan (kue-kue) dan minuman. Materi acara biasanya disajikan ceramah tentang peristiwa Israk Mikraj oleh salah seorang teungku. Penceramah itu adakalanya diundang dari kampung lain atau dayah tertentu yang populer.
Masyarakat mendengar ceramah Israk Mikraj di Masjid Raya Baiturrahma
Kenduri Israk Mikraj saat ini lumayan masih terdengar di kalangan masyarakat pendesaan, akan tetapi daerah perkotaan wilayah Aceh sekarang sangat jarang sudah orang melakukannya. Kenduri Israk Mikraj padahal sangat penting untuk kita adakan dikarenakan adat yang dulunya dilakukan oleh nenek moyang kita, akan tetapi kita sekarang menghilangkan begitu saja. Adat kenduri Israk Mikraj ini padahal sangat meriah bila kita lakukan, teruma pada acara dakwah yang berkumpul masyarakat banyak untuk menjalin silaturrahmi dan mengenal lebih dekat dengan tentang peristiwa yang luar biasa tersebut.

6. Kenduri Nisfu Syakban

Upacara ini dilaksanakan ada 15 hari bulan Syakban yang berlangsung pada malam hari di meunasah maupun di pasantren. Upacara ini dirayakan dengan ceramah agama oleh seorang teungku sehubungan dengan menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan (bulan puasa). Tema pokok yang dibicaran didalamnya tentang pemasalahan puasa untuk menyambut penuh kemuliaan yaitu ramadhan. Setelah selesai cara para hadirin melakukan makan kenduri bersama yang dibawa penduduk gampong bersangkutan.

Saat ini, Kenduri Nisfu Syakban sangat jarang dilakukan dikalangan masyarakat Aceh sendiri, hanya sebagian kecil saja yang masih melakukannya seperti tempat pasantren ataupun oleh instansi terkait. Hal ini penyebabnya masyarakat sangat lemah sudah dengan tradisi Kenduri Nisfu Syakban ini. Sehingga kalangan generasi milenial tidak mengetahui apaitu Kenduri Nisfu Syakban, karena masyarakat tidak membudayakan kembali.

7. Kenduri Siploh Muharram (sepuluh muharram) 

Orang Aceh menyebutnya urou asyura. Upacara ini dilaksanakan untuk memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan Husen. Pelaksanaannya dilakukan oleh kaum wanita pada siang hari berupa kenduri di meunasah-meunasah, dengan membuat bubur nasi yang dibagi bagikan kepada semua penduduk gampong. Kenduri ini dalam istilah Aceh disebut kenduri ie bu kanji (kenduri bubur).

Kendur sipoh Muharram juga sangat jarang sudah masyarakat Aceh saat ini dilakukan, bahkan tidak ada lagi terdengar dikalangan masyarakat sekarang kenduri siploh Muharram ini. Penyebabnya mengkin masyarakat Aceh sendiri sudah melupakan dengan apa yang dilakukan oleh nenek moyang kita dulunya. Kenduri Siploh Muharram ini memiliki makna yang mendalam tentang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yaitu Hasan Husen. Bermula dari kisah gugurnya Sayyidina Hasen bin Ali bin Abi Thalib. Cucu Rasulullah ini gugur dalam pertempuran melawan tentara Yaziz bin Muawiyah di Karbala. Ini merupaka tragedi paling berdarah terhadap keluarga Rasulullah saw, setelah beliau wafat. Hanya saja dikalangan masyarakat Aceh sekarang berpuasa dihari Asyura ini, dan dilakukan buka puasa bersama dengan keluarga.

8. Kenduri Peutamat Qur'an (pengkhataman Al Qur'an)

Pada bulan puasa setiap malam (mulai malam pertama) dilangsungkan pembacaan ayat Al Qur'an di meunasah-meunasah ataupun di mesjid-mesjid yang dilakukan oleh anak-anak muda (khusus laki-laki) dan para lintho baro secara sambung bersambung yang disebut meudaruih (taddarus). Bila pengajian taddarus itu sudah tamat, maka dilangsungkan kenduri peutamat daruih di meunasah yang dilakukan dengan cara buka bersama yang juga biasanya diundang orang kampung lain.
Masyarakat tadarus dimesjid selesai shalat taraweh

Kenduri Peutamat Qur'an masih lumayan ada dikalangan masyarakat Aceh sendiri baik dilakukan di meunasah ataupun dimesjid. Akan tetapi dizaman ini sangat sedikit sudah anak-anak yang membacanya kebanyakan dari kalangan orang-orang tua saja.   Mengkin ini dipengaruhi dengan era zaman milenial ini anak-anak sibuk dengan gadgetnya.

9. Kenduri 27 puasa atau Kenduri Puasa

Masyarakat sedang berbuka puasa dihalaman Mesjid Raya Baiturrahman
Kenduri ini dilaksanakan dalam rangka menyambut malam 27 Ramadhan. Pada malam ini seluruh penduduk gampong yang pergi ke meunasah untuk makan kenduri dengan berbuka bersama. Kenduri 27 puasa ini memiliki perbedaan disetiap daerah ataupun kabupaten. seperti wilayah Aceh sebelah selatan sana kenduri 27 puasa hanya dilakukan sekali dalam masyarat, yang dipilih hari tertentu saja seiring kesepakatan masyarakat kampung. Bebeda dengan wilayang Aceh kawasan timur kenduri puasa diadakan setiap hari puasa, biasanya dilakukan pada puasa ke 2 hingga sampai ke 29 puasa. Menu buka puasa yang dibawakan oleh masyarakat kampung yang telah diatur oleh pihak gampong tersebut. Menu buka puasa dibawa langsung menjelang buka di meunasah tempat dilakukan buka puasa bersama, yang diikuti oleh semuanya masyarakat kaum laki-laki.

10. Kenduri boh kayee (kenduri buah-buahan)

Kenduri ini dilaksanakan pada bulan Jumadil Akhir dan sudah menjadi suatu kebiasaan Orang Aceh. Pada suatu hari bulan itu, mereka menyediakan bermacam-macam buah-buahan untuk kenduri atau sedekah kepada mesjid atau meunasah agar dapat dinikmati oleh mereka yang rajin mengunjungi tempat-tempat ibadah itu di bawah pengawasan imam mesjid atau teungku meunasah.

Dalam tradisi masyarakat Aceh, kenduri ini biasa digelar saat memasuki masa panen buah-buahan, di mana sebagian besar hasil panen mereka, bisa segera mereka pasarkan untuk menambah pendapatan mereka. Wilayah Aceh dengan kondisi agroklimat dan topografi beragam, memang memiliki potensi pengembangan berbagai jenis buah-buahan.

Di wilayah tengah atau yang dikenal dengan dataran tinggi Gayo, dihasilkan buah jeruk keprok, alpukat, nanas, markisa, kesemek, terong belanda dan sebagainya. Sementara di wilayah pesisir, terdapat potensi buah rambutan, mangga, manggis, berbagai jenis pisang, durian, sawo, pala, semangka, timun, pepaya dan sebagainya.

Kenduri Boh Kaye, merupakan perwujudan rasa syukur masayarakat Aceh atas hasil buah-buahan yang melimpah yang mampu menjadi penopang kehidupan masyarakat. Namun tradisi kenduri boh kaye ini sekarang sudah jarang dilakukan oleh masyarakat. Bahkan anak-anak kita tidak mengenal lagi tentang keunduri boh kaye, karena masyarakat sendiri sudah tidak melakukan lagi.

11. Kenduri Mè  Bu (Bawa Nasi)

 Mè bu atau bahasa Indonesia ‘membawa nasi’. Ada beberapa jenis mè bu, seperti mè bu bak ureung meuninggai (membawa nasi ke tempat orang meninggal) dan bak ureung meumè. Kenduri Adat mè bu hingga kini masih lumayan lestari di Aceh.

Budaya mè bu bak ureung meumè dikenal dengan istilah keumaw’euh atau meulineun. Keumaw’euh biasanya diadakan pada bulan keenam hingga ketujuh. Ini dilakukan oleh keluarga lintô kepada istrinya/keluarga istri. Besar kecilnya idang, tergantung pada kemampuan masing-masing.  Keumaw’euh adalah adat Aceh yang sejak dulu hingga kini masih menonjol, bermakna, dan penting. Di kabupaten Aceh Besar sendiri, misalnya, mè bu merupakan seperangkat upacara adat dalam bentuk nasi beserta lauk-pauknya yang dimasukkan dalam reubieng (istilah tempat hidangan) dari keluarga suami untuk diantar pada bulan-bulan tertentu kepada istri  kehamilan.
Keluarga sedang menikmati hidangan makanan me bu
Yang dibawa saat mè bu adalah nasi dan lauk pauk yang pada umumnya terdiri dari nasi biasa, ayam panggang/gulai ayam, daging, gulai ikan, kuah lapik, dan lain-lain. Orang kaya biasanya membawa sampai tujuh hidangan, kadang-kadang lebih. Namun, hal itu berlaku bagi semua keluarga walaupun hidangan sederhana.

Tujuan utama kenduri mè bu merupakan sebagai pernyataan kepada umum bahwa janin yang dikandung oleh dara barô adalah benar-benar asli dan sah menurut adat dan syarak sebagai bagian dalam keluarga/kerabat. Sikap pernyataan itu merupakan kebutuhan rohani/moril sang istri dalam upaya memenuhi kegembiraan dan kebahagiaan. Juga sebagai rasa syukur pada Allah yang sebentar lagi akan lahir buah hati ke muka bumi.

Adat me bu pada orang hamil sekarang ini sangat jarang sudah dilakukan dikalangan masyarakat kota yang ada di Aceh. Akan tetapi dikalangan masyarakat pendalaman masih lumayan ada tradisi me bu ni. Kalangan generasi milenial sekarang ini adat me bu kemungkinan besar tidak pernah dilihat, karena sedikit sekali orang yang melakukannya.

Dekianlah yang dapat penulis rangkumkan, mengkin pepatah ini layak kita pakai dizaman sekarang ini "Matee Aneuk Meupat Jeurat, Matee Adat Pat Tamita" (Mati Anak Mengetahui Kuburnya, Hilang Adat dimana Kita Mencarinya). Adat Budaya Aceh kita padahal sangat indah dan penuh kegembiraan bila kita lakukan, akan tetapi kenapa bisa kita melupakan sedemikian rupa.

Penulis sendiri tidak menyalahkan kepada pihak generasi milenial yang berkembang saat ini, akan tetapi kita sendiri yang tidak melestarikan. Generasi milenial ini hanya dipengaruhi oleh teknologi yang berkembang sangat tajam saat ini. Generasi milenial ini hanya menjadikan teknologi sebagai lifestyle, generasi yang  ternaungi (sheltered), lahir dari orang tua yang terdidik, multi talented, multi language, ekspresif dan eksploratif, selalu yakin, optimistik, percaya diri, menginginkan kesimplean, dan segala sesuatunya serba instan.

Penulis memberikan beberapa permasalahan yang bisa dilakukan oleh generasi milenial terhadap nilai budaya dan Adat Aceh kita ini diantaranya :

  • Menjaga dan mencari tau dengan belajar dari orang-orang terdahulu bagaimana adat budaya Aceh yang dilakukan oleh nenek moyang kita.
  • Ikut berpartisipasi bila ada kegiatan kerohanian yang dilakukan didalam masyarakat langsung.
  • Teknologi yang kamu miliki justru bisa memafaatkan untuk mengexplore secara langsung untuk memperkenalkan kepada pihak luar tentang budaya kita.
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai budaya aceh yang masih berkembang.
  • Memperkuatkan diri mempelajari sejarah, karena dengan sejarah bisa meningkatkan kecintaan kita kepada budaya yang terdahulu.
  • Jangan menilai budaya itu kuno, apalagi ketinggalan jaman. justru dengan nilai budaya kita mengetahui jati diri, bagaimana orang duhulu memperjuangkan budaya, dan juga bagaimana keidupan sebelumnya.
Terimaksih telah berkunjung kesitus saya, Wassalam Aneuk Nanggro.



Referensi :
Sumber tulisan dari berbagai media masa yang saya kombinasikan literatur dengan pengetahuan saya.
Sumber foto dari dari internet, klik foto untuk melihat selengkapnya.
Cek Plasgiasi : klik disini

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama