Kisah Wabah Penyakit Menular di Masa Rasulullah

Salah satu wabah yang sering disebut oleh Rasulullah adalah penyakit tha’un atau pes (dalam bahasa Inggris plague). Di Indonesia, penyakit ini juga disebut sampar.

Berikut adalah hadis populer tentang tha’un yang cukup populer:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا

Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau berkata: “Jika kalian mendengar adanya tha’un di suatu daerah, maka jangan memasuki daerah tersebut; dan ketika kalian berada di dalamnya (daerah yang terkena tha’un), maka jangan keluar dari daerah tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut diriwayatkan dalam Shahih al Bukhari, Shahih Muslim dan kitab-kitab lainnya. Perlu dicermati bahwa kata tha’un telah digunakan oleh masyarakat Arab secara luas sebelum masa Nabi.

Kemunculan virus yang mewabah bukanlah peristiwa baru. Sejak ribuan tahun lalu, berbagai pandemi pernah bertandang ke bumi. Salah satunya terjadi di abad 6, tahun 18 H / 639 M, di masa khilafah Umar bin Khattab Ra. Wabah ini disebut Amwas karena pertama kali menyebar di Amwas, sebuah daerah di antara Ramla dan Baitul Maqdis, Palestina.

Di kala wabah virus corona jenis baru (COVID-19) menjangkiti dunia saat ini, kita perlu mengambil pelajaran dan hikmah dari sejarah masa lalu. Dahulu, di era Rasulullah SAW wabah penyakit juga pernah menjangkiti Madinah.

Sekitar puluhan ribu umat muslim (para ulama berbeda pendapat terkait jumlah pastinya) wafat karena wabah mematikan ini, tak terkecuali para sahabat. Beberapa sahabat Nabi yang wafat karena wabah ini di antaranya:

Suhail bin Amr al-Amiri

Suhail bin Amr merupakan orator dan pembesar Quraisy. Dahulu ia pernah begitu menentang dakwah Rasulullah Saw. Sahabat yang diberi julukan Abu Yazid ini baru memeluk Islam saat penaklukan Kota Makkah (8 H).

Di masa khilafah Umar bin Khattab, Suhail bin Amr memutuskan untuk berjihad ke Syam, menyusul anaknya, Abu Jandal yang terlebih dahulu berangkat ke sana. Ia wafat karena wabah Amwas yang saat itu menyebar hingga ke Syam.

Di detik-detik terakhir hidupnya, putranya, Abu Jandal dan Gubernur Syam, Abu Ubaidah bin al-Jarrah turut menemaninya hingga hembusan nafas terakhir.

Abu Ubaidah bin al-Jarrah

Abu Ubaidah bin al-Jarrah merupakan sahabat senior dari kalangan Muhajirin. Nama aslinya adalah Amir bin Abdillah al-Jarrah.

Sahabat yang yang termasuk assabiqunal awwalun, (orang-orang yang pertama kali masuk Islam) ini memiliki begitu banyak keutamaan. Ia dikenal sebagai orang yang begitu lapang hatinya, jauh dari kedengkian, sering menasihati, giat beribadah, dan amat penyayang. Ia juga merupakan orang kepercayaan Rasulullah Saw. Beliau bahkan bersabda:

“Sesungguhnya setiap umat memiliki ‘Amin‘ (penjaga/orang tepercaya) dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR. Bukhari)

Abu Ubaidah bin al-Jarrah wafat karena wabah Amwas yang menjalar ke berbagai penjuru, termasuk Syam. Daerah yang saat itu dikomandoi oleh Abu Ubaidah, di masa khilafah Umar bin Khattab. Sebagai panglima pasukan di Syam, Abu Ubaidah senantiasa mengontrol dan menghibur rakyatnya yang terserang wabah.

Tubuh Abu Ubaidah sampai melemah karena memikirkan kondisi rakyatnya. Hingga akhirnya ia pun terserang wabah ini dan wafat di tahun ke 18 H, di usianya yang ke 58.

Sahabat yang dinobatkan sebagai salah satu Al-mubasyaruun bil Jannah (orang yang diberi kabar gembira masuk surga) ini kemudian dishalatkan oleh Muadz bin Jabal. Adapun yang menurunkannya ke kubur adalah Muadz, Amr bin Ash, dan adh-Dhahak bin Qais.

Syurahbil bin Hasanah

Namanya adalah Syurahbil bin Abdullah bin al-Muthawi, adapun Hasanah adalah ibunya. Ia dan ibunya pernah hijrah ke Habasyah, Syurahbil juga ikut serta hijrah ke Madinah, sehingga ia dikenal dengan gelar dzu hijratain (pemilik dua hijrah).

Syurahbil merupakan satu dari empat jenderal yang dikirim untuk menginvasi Romawi di masa khilafah Abu Bakr Ash-Shiddiq. Sahabat yang diberi julukan Abu Abdillah ini juga wafat karena wabah Amwas, di hari yang sama dengan Abu Ubaidah bin al-Jarrah.

Dalam Mu’jam ash-Sahabah disebutkan, Syurahbil berumur 67 tahun saat menutup usia.

Muadz bin Jabal

Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus merupakan sahabat dari kalangan Anshar, Bani Khazraj. Ia masuk Islam di usia yang tergolong muda, 18 tahun. Meskipun demikian, semangatnya membela Islam sangat kuat, ia senantiasa mengikuti peperangan bersama Nabi Saw.

Laki-laki yang diberi julukan Abu Abdirrahman ini dikenal sebagai ahli fikih, bahkan Rasulullah Saw menyebutnya sahabat yang paling mengerti perkara halal dan haram. Karena kecakapannya itu, Nabi Saw pernah mengutusnya untuk berdakwah di Yaman.

Muadz merupakan salah satu sahabat yang dicintai Nabi, ia pernah bercerita, “Rasulullah Saw memegang tanganku sambil berkata kepadaku: “Aku mencintaimu wahai Muadz!” Lalu aku juga berkata: ‘Aku juga mencintai Engkau wahai Rasulullah Saw” (HR Nasai dan Ahmad)

Setelah Abu Ubaidah wafat, Muadz diberi amanah untuk menggantikan posisi Abu Ubaidah sebagai Gubernur Syam. Namun sayang, ia pun menutup usia karena wabah tersebut, di tahun 18 H. Sebelumnya, Muadz bin Jabal juga turut mengurus jenazah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.

Dalam Tarikhul Islam wa wafaayat al-Masyaahir wal A’lam karya Adz-Dzahabi disebutkan, saat wafat, Muadz berusia 38 tahun.

Fadhl bin Abbas

Fadhl bin Abbas merupakan sepupu Nabi Muhammad Saw. Ia adalah putra sulung Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Di usianya yang tergolong muda, Fadhl pernah mengikuti perang Hunain bersama Nabi Saw. Pada saat peristiwa haji wada’, Rasulullah Saw membonceng Fadhl di untanya, saat itu Fadhl masih belia, bahkan belum tumbuh janggut.

Ada beberapa pendapat mengenai kapan Fadhl bin Abbas wafat. Dalam al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, berdasarkan riwayat al-Waqidi disebutkan bahwa Fadhl bin Abbas juga menjadi korban wabah Amwas yang melanda Syam.

Harits bin Hisyam

Ia merupakan sahabat dari Bani Makhzum, suku Quraisy yang menetap di Mekah. Tatkala belum masuk Islam, Harits bin Hisyam pernah ikut bertempur dalam perang Badar memerangi umat muslim, bersama saudaranya, Abu Jahal.

Harits bin Hisyam baru memeluk Islam pada peristiwa Fathu Makkah (8 H). Meski demikian, saudara Abu Jahal ini dikenal sebagai muslim yang mulia dan sungguh baik keislamannya.

Putra Hisyam bin al-Mughirah ini memutuskan untuk ikut berjihad ke Syam. Ia terus menetap di Syam hingga akhirnya ajal menjemputnya karena wabah Amwas yang melanda.

Abu Jandal bin Suhail bin Amr

Nama aslinya adalah Ash bin Suhail, ia adalah salah satu sahabat yang awal masuk Islam dan mengalami penganiayaan dari para Quraisy Makkah. Ayahnya, Suhail bin Amr pernah memasungnya karena keislamannya.

Saat perjanjian Hudaibiyah, Abu Jandal berhasil kabur dan menghampiri umat muslim. Belumlah perjanjian itu rampung ditulis, ayahnya langsung meminta anaknya dikembalikan kepadanya dan tidak boleh berkumpul dengan umat muslim.

Ini dilakukannya agar sang anak goyah dan kembali ke agamanya yang dahulu. Namun Abu Jandal tetap tegar dengan keyakinannya, hingga akhirnya sang ayah pun memeluk Islam.

Abu Jandal wafat karena wabah ini pula. Sebelumnya ia pun sempat mendampingi ayahnya, Suhail bin Amr di detik-detik terakhir ayahnya.

Yazid bin Abi Sufyan

Nama aslinya adalah Shakr bin Harb bin Umayyah. Ibunya bernama Zainab binti Naufal atau lebih dikenal dengan Ummul Hakam. Yazid bin Abi Sufyan memeluk Islam pada peristiwa Fathu Makkah (8 H).

Saudara khalifah Muawiyah ini dikenal cerdas dan pemberani. Ia pernah berjihad dalam perang Hunain, juga memimpin sayap kiri pasukan muslim di pertempuran Yarmuk. Yazid juga merupakan satu dari empat jenderal muslim yang dikirim untuk menginvasi Romawi, pada masa khilafah Abu Bakr Ash-Shiddiq.

Setelah Muadz bin Jabal Wafat, Yazid bin Abi Sufyan diangkat menjadi Gubernur Syam, menggantikan posisi Muadz. Masih di masa pemerintahan Umar bin Khattab.

Dalam Siyar A’lam an-Nubalaa disebutkan, Yazid bin Abi Sufyan juga wafat karena wabah Amwas, di tahun setelahnya, 19 H (640 M). Setelah penaklukan Kaisarea, kota kecil di Israel.

Setelah Yazid wafat, Amr bin Ash menggantikan posisinya di Syam, mengelola wilayah Palestina dan Urdun. Sedangkan saudara Yazid, Muawiyah bin Abi Sufyan memegang tanggung jawab di Damaskus, Baklabak dan Balqa.

Umar bin Khattab begitu terpukul dengan kematian para sahabat di Syam, Ayahanda Hafshah ini diuji dengan berbagai cobaan di masa pemerintahannya. Di tahun sebelumnya, 17 H, kemarau panjang melanda Madinah, ternak-ternak mati, pohon-pohon tak lagi berbuah, ratusan umat muslim wafat karena kelaparan.

Barulah dapat bernafas setelah hujan turun kembali, Umar kembali dihadapkan masalah, yakni menyebarnya wabah Amwas di tahun setelahnya. Wabah ini baru berakhir setelah Amr bin Ash mengambil kendali di Syam.

Setelah wabah Amwas teratasi, Amr bin Ash kemudian bertolak ke Mesir dan menaklukkannya. Sedangkan kawasan Syam sepenuhnya diurus oleh Muawiyah bin Abi Sufyan.


Dalam situasi seperti ini, kita dianjurkan berdoa kepada Allah sebagai tempat berlindung dari segala kejahatan dan keburukan yang ada di muka bumi. Lafal doa berikut ini pernah diajarkan oleh Rasulullah untuk berlindung dari wabah dan penyakit mengerikan lainnya.

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ، والجُنُونِ، والجُذَامِ، وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

Allāhumma innī a‘ūdzu bika minal barashi, wal junūni, wal judzāmi, wa sayyi’il asqāmi.

Artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari penyakit lepra, gila, kusta, dan penyakit-penyakit buruk.” Doa ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih:

وروينا في كتابي أبي داود والنسائي بإسنادين صحيحين عن أنس – رضي الله عنه – : أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ ، والجُنُونِ ، والجُذَامِ ، وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ. رواه أَبُو داود بإسناد صحيحٍ

Artinya, “Diriwayatkan kepada kami di kitab Abu Dawud dan An-Nasa’i dengan sanad yang bagus dari Anas–radliyallahu anhu–Nabi Muhammad SAW berdoa, ‘Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lepra, gila, kusta, dan penyakit-penyakit buruk.’ (HR Abu Dawud dengan sanad sahih.”

Wallahu a’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama